Tidak jarang dari warga jemaat sudah memiliki HP untuk berkomunikasi jarak jauh. Anak rantau dari desa inipun sudah tersebar hampir seluruh Indonesia dengan propesi yang berbeda-beda. Sebagai pegawai swasta dan juga sebagai pegawai pemerintahan. Demikian disampaikan salah seorang parhalado sambil mengungkapkan kebanggaannya tinggal di daerah ini. Sayang jalan aspal ke desa ini belum selesai masih setengah jalan. Mereka mengharapkan Bupati yang baru akan menindaklanjuti pembangunan ini. Sehingga penduduk setempat dan dari luar tidak kewalahan mengunjungi desa ini.
Kebenaran berita tersebut terlihat secara jelas pada Minggu 8 Pebruari 2009 ketika kami melayani di jemaat ini.
Jemaat yang rata-rata hidup dari pertanian ini dipimpin oleh St. P. Hutabarat menggantikan St. L.Hutabarat yang sudah pensiun. Orangtua St. L. Hutabarat adalah pemilik pertapakan gereja berukuran 100x150 M dan telah menyerahkannya kepada HKBP pusat.
Pada saat kebaktian berlangsung seluruh warga jemaat tampak sukacita mengikuti ibadah dari awal hingga akhir sekaligus menyanyikan lagu puji-pujian. Tidak ketinggalan punguan Ama dan punguan NHKBP berpartisipasi dalam kebaktian dengan menyanyikan koor: "O Tuhan, o Tuhan, sai tatap hami on, O Jesus, o Jesus parasirohai, suru ma tondim tu nasa huriam, tondi porbadia singkat ni bohim, jala pargogoi sudena naposom di sandok portibion..."
HKBP Peatolong berdiri tahun 1913 dan sudah memiliki gedung gereja semi permanen 15x8 m dan mempunyai bilut parhobasan berukuran 3x4 m. Warga jemaat hidup dari hasil pertanian seperti kopi, kemenyan, ubi dan tumbuhan palawija.
Bagi warga jemaat HKBP Peatolong, hari Minggulah hari peristirahatan dari setiap kegiatan yang dilakukan dalam satu Minggu itu. Sehingga satu orangpun dari warga jemaat tidak ada yang absen dalam kebaktian kecuali karena sakit. Hal tersebut diakui oleh Pdt. Parulian Silitonga, STh Pendeta HKBP Ressort Hutabarat ketika berkunjung ke huta Seminarium Sipoholon di sela-sela kegiatan pelayanannya.
HKBP Peatolong pantas menjadi tiruan bagi jemaat lain, memanfaatkan hari Minggu sebagai hari perhentian dari kesibukan setiap hari sebagaimana dikatakan dalam Titah keempat. Ingat dan kuduskalah hari Minggu!
1 komentar:
Salam
Dang adong tentang hamu lae?
Hotman
Posting Komentar