Amos bernubuat kepada kerajaan utara pada pertengahan abad ke-8 sM, bangsa itu secara lahiriah berada di puncak perluasan wilayah, stabilitas politik dan kemakmuran nasional, tetapi secara batiniah sudah bobrok. Kemunafikan dan penyembahan berhala sudah merata, masyarakat hidup mewah secara berlebihan, kebejatan merajalela, sistim peradilan rusak dan penindasan orang miskin merupakan kebiasaan umum.
Dalam rangka mengikuti panggilan Allah, Amos pergi ke Betel, tempat tinggal raja Yerobeam II dan pusat agama yang dibanjiri para penyembah. Di sanalah Amos dengan berani memberitakan berita keadilan, kebenaran dan hukuman illahi karena dosa kepada umat yang tidak mau mendengarkan apa yang dikatakan Tuhan kepada mereka.
Amos dengan tidak gentar langsung menemui orang yang sedang melakukan ibadah di Betel. Di sana Amos juga bertemu dengan para wanita kalangan atas atau isteri-isteri kaum bangsawan dan orang-orang kaya. Nabi Amos mencela gaya hidup para nyonya yang bertentangan dengan norma-norma agama. Amos menuduh perempuan-perempuan Samaria khususnya dan memberitahukan hukuman yang akan datang sebagai akibat dari perbuatan mereka itu.
Penjelasan
Perempuan-Perempuan yang Mabuk kemewahan
Nabi Amos di sini menyapa para kaum perempuan itu dengan sebutan lembu Basan. Daerah Basan terdapat di sebelah timur Danau Galilea, daerah yang sangat subur dan terkenal oleh karena tumbuh-tumbuhannya yang lebat dan berlimpah-limpah dan ternaknya yang gemuk-gemuk dan bagus. Para perempuan Samaria diibaratkan demikian: bentuknya yang indah dan bagus karena cukup makan seperti lembu-lembu Basan yang termasyhur itu!
Bahasa yang dipakai Amos ini adalah kasar, karena mengibaratkan manusia sama dengan binatang. Namun semuanya itu adalah akibat dari perbuatan mereka. Perbuatan mereka yaitu, membuat suami mereka atau Amos menyebut “tuan-tuan mereka” menjadi pencoleng dan menjadi pelayan mereka untuk memuaskan nafsu bejat mereka. Mereka memberi perintah kepada suaminya: “Ayo, berusahalah supaya aku jangan kekurangan apa-apa!”. Seperti lembuh melenguh minta air, demikianlah mereka mengelu minta anggur: “bawalah ke mari (semuanya yang perlu), supaya kita minum-minum!” Mereka mau hidup dengan mewah, mau makan minum dengan kenyang, dan berfoya-foya, dan tentu saja tidak mau ketinggalan dari tetangga dan kenalan dalam hal pakaian, perhiasan dan lain-lain!. Dalam jaman Amos pun semuanya itu mendorong para suami-suami mereka untuk melakukan korupsi dan pelbagai perbuatan gelap. Sebab itu bukan hanya kaum laki-laki saja “yang memeras orang lemah, yang menginjak orang miskin!” para kaum perempuan pun terlibat dalam praktek kejahatan itu.
Hukuman atas Perempuan-Perempuan itu
Perbuatan para perempuan itu akhirnya akan mendapat balasan yang setimpal, Allah tidak tinggal diam atas perbuatan mereka. Allah yang Maha Kudus tidak membiarkan kekudusan ibadah itu dipenuhi dengan kepura-puraan atau kemunafikan. Allah bahkan akan mempertaruhkan kekudusannya untuk menghukuman para perempuan zalim itu.
Hukuman itu sendiri diibaratkan sebagaimana kebiasaan orang Asyur menggiring para tawanannya dengan tali pada kait di hidung mereka ( ibarat kerbau dicucuk hidungnya) sehingga meraka tidak sanggup untuk melepaskan dirinya lagi, bahkan untuk merontapun akan merasakan yang luar biasa (band. 2 Raja 19:28). Jadi akan datang masanya “bahwa kamu diangkat dengan kait dan yang tinggal diantara kamu dengan kail ikan.” Kail ikan juga mengambarkan kepada sebuah kaitan yang mempunyai pengait pula yang membuat ikan tidak gampang terlepas dari kaitan dimulutnya (bibir atau hidungnya).
Nabi Amos di sini juga menyebut dengan : “dan yang tinggal di antara kamu” hal itu menunjuk kepada orang yang tingal bersama dengan mereka, yaitu anak-anak dan keluarga mereka. Orang-orang itu akan ikut mengalami imbas dari perbuatan mereka, sehingga ikut serta mengalami penghukuman.
Dalam ayat tiga beberapa penafsir mau membaca sambungan dari kiasan tentang “lembu-lembu” itu: di tempat kata “belahan tembok” itu mungkin terdapat suatu kata yang mirip dengan itu, tetapi yang berarti “kandang” (lihat Hab. 3:17). Jadi: “Kamu, lembu-lembu Basan, akan keluar dari kandangmu….” Tetepi menurut terjemahan yang lazim, ayat 3 itu menggambarkan keruntuhan suatu kota yang tembok-temboknya telah rusak oleh kegiatan peperangan. “Melalui belahan tembok” itu kaum perempuan akan diangkut juga sebagai tawanan “masing-masing lurus ke depan”, yaitu satu demi satu berturut-turut, sehingga menjadi barisan yang panjang, yang berjalan maju ke jurusan yang sama. Kemana? Menurut bahasa Ibrani: “Ke Haharmon” tetapi ungkapan ini tidak terjelaskan. Barangkali dapat dibaca seperti terjemahan baru : “Ke arah Hermon” (=gunung Hermon). Jadi kea rah utara, yakni tempat malapetaka, tempat datangnya bahaya, baik untuk Israel (Asyur) maupun Yehuda (Babel; band. Yer.1:13-14).
Ibadah yang Penuh Kepura-puraan
Amos menunjukkan satu persatu segala “perbuatan suci” yang dilakukan oleh peziarah-peziarah di tempat-tempat suci” itu. Mereka mempersembahkan “korban sembelihan …pada waktu pagi”. “Korban sembelihan” itu adalah “korban persekutuan”, yaitu korban dalam bentuk selamatan atau perjamuan yang menciptakan persekutuan, baik di antara hadirin, maupun antara para hadirin dengan Allah yang dianggap hadir di sana sebagai “Tamu Agung”. Juga “persembahan persepuluhan” yang diberikan kepada bait suci dan imam-imamnya, disebutkan di sini di antara korban-korban persembahan kepada Allah. Justru berkenaan dengan Betel terdapat suatu cerita kuno tentang persembahan persepuluhan (band. Kej.28:22). Sangat boleh jadi upacara ini mendapat perhatian istimewa di Betel; agaknya orang melakukan persembahan tersebut “pada hari yang ketiga” sesudah tiba di kota itu.
Dengan menggambarkan kesibukan keagamaan di Betel itu maka Amos meneruskan: “Bakarlah korban syukur dari roti yang beragi” (atau menurut Im. 7:13) ”dan maklumkanlah persembahan-persembahan sukarela; siarkanlah itu!” atau “maklumkanlah dengan suara nyaring persembahan-persembahan sukarela”, yaitu untuk mengundang banyak orang untuk menghadiri selamatanmu itu.
Ringkasnya: lakukan sajalah dengan rajin kewajiban keagamaanmu dan segala apa yang kamu pandang termasuk dalam adat-istiadat keagamaanmu! “sebab bukankah yang demikian yang kamu sukai, hati orang Israel?”
Ungkapan Amos ini adalah merupakan sindiran kepada ibadah palsu. Kelihatannya mereka telah melakukan ibadah sebagaimana telah ditentukan oleh Musa. Sepertinya mereka telah mengabdi kepada Allah, pada hal sesungghnya mereka sekali-kali bukanlah mengindahkan kebenaran dan keadilan terhadap saudara mereka yang miskin dan lemah! Itulah yang pertama-tama yang ditekankan oleh Amos: dia menentang “keberagamaan” dan “kesalehan” yang tidak menghasilkan apa-apa dalam praktek hidup sehari-hari.
Sebab itu seluruh “keberagamaan” orang Israel itu adalah bersifat dusta dan bohong (band. 2:4). Jadi arti dari ayat-ayat ini dapat disimpulkan dengan apa yang ditulis oleh Yohanes tentang kesatuan antara kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama manusia: “Jika seorang berkata: “Aku mengasihi Allah”, dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barang siapa tidak mengasihisi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. Dan perintah ini juga kita terima dari Dia: Barang siapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya” (1 Yoh. 4:20-21). Senada dengan hal itu Amos mengatakan dalam pasal 5:4 “Sebab beginilah firman TUHAN kepada kaum Israel: "Carilah Aku, maka kamu akan hidup!” dan dalam pasal 5:14-15a dikatakan: “Carilah yang baik dan jangan yang jahat, supaya kamu hidup; dengan demikian TUHAN, Allah semesta alam, akan menyertai kamu, seperti yang kamu katakan. Bencilah yang jahat dan cintailah yang baik; dan tegakkanlah keadilan di pintu gerbang”.
Penutup
Menurut Yakobus “Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia. (Yak.1:27). Dan Amos sendiri mengatakan: “Bencilah yang jahat dan cintailah yang baik; dan tegakkanlah keadilan di pintu gerbang.” Biarlah oleh kerajinan kita dalam beribadah mendorong kita untuk semakin berusaha melakukan kebaikan-kebaikan, solider terhadap orang-orang menderita. Ibu-ibu yang rajin mengikuti persekutuan di gereja, misalnya Marari Kamis atau punguan Parompuan, tidak lagi “doyan ngerumpi” melainkan doyan membicarakan firman Tuhan dan firman Tuhan itu mendorong untuk menunjukkan perilaku hidup yang disukai oleh Tuhan.
Alangkah bahagianya keluarga yang mampu mensyukuri apa yang ada, bukan dengan hidup berfoya-foya. Marilah dengan bijak menata dan mengelola rejeki yang Tuhan karuniakan dalam keluarga. Mengelola hasil kerja keluarga atau suami dengan bijak sesuai dengan kebutuhan dan tidak lupa untuk menyisihkan sebagian sebagai persembahan untuk Tuhan. Isteri yang baik mampu menata rumahnya menjadi istana yang penuh kebahagiaan dan yang berkenaan kepada Allah, dialah isteri yang lebih mahal dari permata sekalipun (baca Amsal 31).